KITABONLINE.net – Maqashid syariah merupakan salah satu topik yang banyak di perbincangkan belakangan ini. Khususnya bagi kalangan akademisi. Anehnya, ketikan mahasiswa atau mahasiswi berselancar di internet untuk mencari tahu apa itu maqashid syariah?, apa saja ruang lingkupnya?, bagaimana sejarahnya? mereka kesulitan menemukan jawabannya. Karena diakui atau tidak penjelasan tentang maqashid syariah yang dikemas dalam bahasa Indonesia sangatlah minim.
Mungkin bisa dikatakan keterbatasan kemampuan sesorang untuk menuangkan yang asalnya bahasa Arab menjadi bahasa Indonesia. Meskipun demikian, Anda tidak perlu kahwatir karena melalui blog ini kami akan menjelaskan pengertian maqashid syriah secara bahasa dan pastinya dengan menggunakan bahasa yang mudah pahami.
Pengertian Maqashid Syariah Secara Bahasa
Maqashidus Syariah berasal dari bahasa Arab مَقَاصِدُ الشَّرِيْعَة yang terdiri dari dua kata dalam susunan idhofah. Kata pertama adalah مَقَاصِدٌ dan kedua adalah شَرِيْعَةٌ. Kata maqashid adalah bentuk jama’ dari kata maqshad (مَقْصَدٌ) yang merupakan kata bentukan dari kata qashada (قَصَدَ). Kata maqshad searti dengan kata qashd yang memiliki beberapa arti dasar ialah sebagai berikut:
1). Makna dari maqshad adalah penyandaran, induk, mengarah pada sesuatu, dan mendatangi sesuatu. Pada makna pertama inilah muncul makna tujuan dan arah. Makna ini pula terdapat pada contoh-contoh berikut ini:
- Ungkapan orang Arab: قَصَدْتُ رَجُلاً yang artinya “saya bermaksud mendatangi seseorang.”
- Juga terdapat dalam sebuah hadis:
وإنَّهُمُ التَقَوْا فَكانَ رَجُلٌ مِنَ المُشْرِكِينَ إذا شاءَ أنْ يَقْصِدَ إلى رَجُلٍ مِنَ المُسْلِمِينَ قَصَدَ له فَقَتَلَهُ (رواه مسلم)
“Dan mereka benar-benar berhadap-hadapan sampai-sampai jikalau ada salah seorang dari kaum musyrikin yang ingin mengincar salah seorang dari kaum muslimin untuk dibunuh, niscaya dia bisa membunuhnya.” HR. Muslim
2). Makna dari maqshad adalah jalan yang lurus, seperti pada ayat berikut ini:
وَعَلَى اللّٰهِ قَصْدُ السَّبِيْلِ وَمِنْهَا جَاۤىِٕرٌ ۗوَلَوْ شَاۤءَ لَهَدٰىكُمْ اَجْمَعِيْنَ (النحل: 9)
“Dan hak Allah menerangkan jalan yang lurus, dan diantaranya ada (jalan) yang menyimpang. Dan jika dia menghenda, tentu Dia memberi petunjuk kamu semua (ke jalan yang benar).” (Qs. An-Nahl: 9)
3). Makna dari maqshad adalah keseimbangan, tengah-tengah dalam urusan, dan kesederhanaan. Arti ini terdapat dalam contoh berikut ini:
وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ (لقمان: 19)
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.” (Qs. Luqman: 91)
4). Makna dari maqshad adalah menghancurkan, seperti ungkapan orang Arab:
قَصَدْتُ شَيْئًا اي كَسَّرْتُهُ
(Aku berniat pada sesuatu dalam arti merusaknya)
عَنْ جَابِرٍ رضي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: “كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ النبيِّ ﷺ الصَّلَوَاتِ، فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْداً وخُطْبَتُهُ قَصْداً” رواه مسلم.
“Saya pernah sholat (jumat) bersama Rasulullah ﷺ, ternyata sholat beliau sedang dan khutbah beliaupun sedang (tidak terlalu panjang/terlalu pendek).” (HR. Muslim)
Kata qashda menurut Ibn Jinni hanya memiliki satu makna saja yakni seperti makna pertama. Menurutnya, makna utama dari qashada adalah “bertujuan dan terarah.” Makna tersebut bisa kearah positif, sehingga bermakna lurus dan sedang, pun bisa bermakna ke arah negatif sehingga bermakna menghancurkan dan merusak.
Dari sekian banyak makna yang dijelaskan tentang kata qashada, pendapat Ibn Jinni lebih mudah dipahami karena pada dasarnya makna-makna yang lain seperti halnya makna “keseimbangan” dari satu akar makna yakni terarah dan tertuju.
Sedangkan menurut Muhammad Sa’d juga menyatakan bahwa dari sekian banyak makna bahasa dari kata qashd, makna “tertuju” adalah makna yang paling pas dengan arti definitif maqashid syariah.
Baca Juga: Hukum Menceraikan Istri atas Perintah Orang Tua? Wajibkah Ta’at!
Makna Syari’ah
Adapun kata kedua dari maqashid syariah adalah kata “syariah” yang berarti dasar tempat air minum. Dari kata ini berkembanglah makna lain berupa: jalan, tradisi (sunnah), cara dan agama. Dalam al-Qur’an disebutkan:
ثُمَّ جَعَلْنٰكَ عَلٰى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا (الجاثية: 18)
“Kemudian kami menjadikanmu (wahai Rasul) diatas jalan yang terang dalam perkara (agama), maka ikutilah itu.” (Qs. al-Jatsiyah: 18)
Menurut imam al-Farra’ mengartikan jalan yang lurus diatas dengan “tradisi, agama, dan cara hidup.” Begitu juga dengan ayat berikut:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا (المائدة: 48)
“Untuk tiap-tiap ummat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang mudah.” (Qs. al-Maidah: 48)
Menurut Ibn Katsir, mengutip berbagai riwayat para sahabat, arti dari “syariah” adalah jalan atau tradisi (sunnah). Sedangkan “minhaj” berarti jalan yang terang dan mudah. Sedangkan kata “syariah” memiliki arti “permulaan dari sesuatu.”
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kata syariah memiliki makna dasar berupa “jalan” atau “tradisi” yang nantinya berkembang menjadi makna “agama, aturan, dan cara.” Adapun makna jalan tersebut sebagai sebuah tempat yang akan didatangi oleh banyak orang kerena ada tujuan mencari air (kesegaran dan kebutuhan). Oleh karena itu, jika mempertimbangkan makna yang disampaikan oleh Ibn Katsir, kata syariah berarti jalan atau tradisi awal sebagai tempat bermula.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpukan bahwa pengertian maqashid syariah secara bahasa adalah tujuan-tujuan dari suatu jalan atau tradisi.