Hukum Orang Haidl Mengajar Qiraati

Deskripsi Masalah:
Fika (nama samaran), merupakan seorang guru TPQ yang mengajar di Masjid dekat rumahnya. Meskipun dalam keadaan haid, ia tetap mengajar qiroati karena dipaksa oleh salah seorang guru TPQ yang sudah sepuh. Akibatnya, jika Fika tidak mengajar, guru yang sepuh tadi menjadi kewalahan menghadapi banyaknya murid, sedankan di TPQ tersebut kekurangan tenaga pengajar.

Bacaan Lainnya

Pertanyaan:
Bagaimana hukum seorang yang haidl mengajarkan qiroati?

Jawaban:
Hukum membacanya boleh dengan catatan apabila tidak ada tujuan untuk membaca al-Quran (qoshdul qiroáh). Contohnya seperti niat mengajarkan al-Quran atau niat hanya membenarkan bacaan yang salah.

Refrensi:

{المجموع شرح المهذب، الجزء ٢ الصحفة ٣٥٧}
فقال بعض الأصحاب أراد به مالكا وليس للشافعي قول بالجواز واختاره إمام الحرمين والغزالي في البسيط وقال جمهور الخراسانيين أراد به الشافعي وجعلوه قولا قديما قال الشيخ أبو محمد وجدث أبا ثور جمعهما في موضع فقال قال أبو عبد الله ومالك واحتج من أثبت قولا الجواز اختلفوا في علته على وجهين أحدهما أنها تخاف النسيان لطول الزمان بخلاف الجنب والثاني أنها قد تكون معلمة فيؤدي إلى انقطاع حرفتها

Artinya: Sebagian Ashab berpendapat bahwa yang dikehendaki oleh Syekh Abu Tsaur dengan nama Syekh Abu Abdillah adalah Imam Malik. Imam Syafiiy tidak memiliki qoul yang memperbolehkan (membaca Alquran bagi perempuan haid). Imam Haromain dan Imam Ghozali memilih pandangan ini dalam kitab Al Basith. Mayoritas Ulama Khurasan berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Imam Syafiiy sehingga mereka menjadikannya sebagai qoul qodim imam Syafiiy. Syekh Abu Muhammad berkata “Saya menemukan bahwa Syekh Abu Tsaur menyebut keduanya dalam 1 redaksi yang berbunyi “Imam Abu Abdillah dan Imam Malik berkata ….”

Baca Juga: Konsekuensi Hukum Talak Setengah

Adapun ulama’ yang memperbolehkan terbagi menjadi 2 pendapat yakni dengan alasan:
1). Ditakutkan lupa karena lamanya haid berbeda dengan junub.
2). Terkadang perempuan berprofesi sebagai pengajar al-Quran sehingga menyebabkan terputusnya pekerjaan (jika diharamkan).


فإن قلنا بالأول جاز لها قراءة ما شاءت إذ ليس لما يخاف نسيانه ضابط فعلى هذا هي كالطاهر في القراءة وإن قلنا بالثاني لم يحل إلا ما يتعلق بحاجة التعليم في زمان الحيض هكذا ذكر الوجهين وتفريعهما إمام الحرمين وآخرون هذا حكم قراءتها باللسان

Artinya: Jika mengikuti alasan yang pertama, maka boleh bagi perempuan haid membaca mushaf sesuai keinginan karena takut lupa itu tidak memiliki batasan jelas dengan begitu perempuan haid sama saja dengan perempuan yang suci. Jika mengikuti alasan kedua, maka bagi perempuan haid tidak boleh membaca al-Quran kecuali yang berhubungan dengan kebutuhan mengajar pada masa haid. Imam Haromain dan lainnya juga menuturkan hal yang sama dalam perkhilafan alasan diperbolehkannya. Ini hukum membaca al-Qur’an dengan lisan bagi perempuan haid. (Al Majmu’ Syarkh Al Muhadzdzab Jilid 2 Hal. 357)


{ترشيح المستفيدين، الصحفة ٢٩}
خلافا لما أفتى به النواوي اي من حل قراءة الصبي ومكثه في المسجد مع الجنابة ووافقه كثيرون ، وقال في الإيعاب اختار إبن المنذر و الدارمي وغيرهما ما روي عن ابن عباس وغيره أنه يجوز للحائض والجنب قراءة كل قرأن وهو قول الشافعي قال الزركسي الصواب إثبات هذا القول في الجديد

Artinya: Berbeda dengan apa yang difatwakan Imam An-Nawawi artinya halalnya membaca bagi anak kecil dan berdiam di masjid serta dalam keadaan junub dan hal ini telah disepakati banyak Ulama’, berkata dalam kitab Al-I’ab yang dipilih oleh Ibnu Mundzir, Ad-Darimi dan selain keduanya bahwa apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan selainnya boleh bagi orang yang haidl dan junub membaca setiap al-Qur’an dan ini merupakan pendapat Imam Syafi’i, Imam Az-Zarkasy mengatakan bahwa ini adalah yang benar untuk menetapkan pendapat ini di dalam qoul jadid.


قال بعض المتأخرين هو مذهب داود وهو قوي فإنه لم يثبت شيء في المسئلة يحتج به والأصل عدم التحريم والمذهب الأول وهو التحريم

Artinya: Sebagian Ulama’ Mutaahkhirin berkata bahwa hal ini adalah pendapat Daud Ad-Dzahiri yang kuat karenanya beliau tidak menetapkan sesuatu dalam masalah yang dibutuhkan, sedangkan asalnya tidak adanya hukum haram, adapun pendapat yang pertama yaitu mengatakan haram.


{بغية المسترشدين، الصحفة ٢٦}
مسألة ى: يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء

Artinya: Makruh membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya. Bila tidak (artinya tulisan qur’annya lebih banyak dari tafsirnya) maka hal itu diharamkan. Dan seperti orang junub haram membaca al-Qur’an dengan tujuan membacanya sekalipun bersamaan dengan tujuan lain. Beda halnya dengan tanpa tujuan apa apa menurut pendapat yang unggul (الراجح) dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa.

Pos terkait