KITABONLINE.net – Ketika Anda mempelajari bahasa Arab, pasti menemukan dua istilah yang sering muncul, yaitu mu’rab dan mabni. Keduanya ini sangat erat kaitannya dengan perubahannya akhir suatu kalimat. Oleh karena itu, memahami pengertian mu’rab dan mabni ini sangatlah penting khususnya bagi Anda yang ingin mendalami bahasa Arab.
Apa Itu Mu’rab?
Mu’rab adalah isim yang bisa dimasuki i’rab yakni keadaan sebuah kalimat yang akhirnya bisa berubah-ubah yang disebabkan oleh ‘amil, seperti contoh berikut ini:
– قَامَ زَيْدٌ
– رَأَيْتُ زَيْدًا
– مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
Lafadz zaid (زيد) bisa berubah-rubah, ada yang dibaca rofa’ (harakat dhommah), dibaca nashob (harakat fathah) dan dibaca jar (harakat kasrah). Perubahan inilah yang disebut dengan mu’rab.
Atau dengan pengertian lain, mu’rab adalah kalimat yang tidak memiliki keserupaan dengan kalimat huruf, seperti أَرْضٌ dan سَمَاءٌ. Adapun yang dimaksud dengan keserupaan disini adalah keserupaan yang mendekatkan pada kalimat huruf.
Apa itu Mabni?
Mabni merupakan kebalikan dari mu’rab yakni kalimat yang akhirnya tidak bisa berubah sebab amil. Adapun penyebab kemabnian kalimat isim ini karena sangat menyerupai dengan kalimat huruf. Keserupaan ini bisa berupa:
1). Wadl’iy
Yaitu menyerupai dalam asal cetak kalimat huruf yang hanya terdiri dari satu huruf, seperti hamzah istifham (أ), atau dua huruf, seperti لَمْ. Adapun kalimat isim yang hanya terdiri dari satu huruf, seperti dhomir تَ, atau dua huruf seperti dhomir نَا, maka dihukumi mabni.
2). Ma’nawiy
Yaitu menyerupai dalam mempunyai makna seperti makna kalimat huruf. Misalnya makna istifham (pertanyaan), syarat dan isyarat. Apabila terdapat kalimat isim yang menunjukkan makna huruf, maka dihukumi mabni, seperti مَتَى yang menunjukkan makna istifham (bermakna “kapankah?”) atau syarat (bermakna “tatkala”), dan هَنَا (bermakna “disini”).
3). Isti’maliy
Yaitu penggunaan kalimat isim yang menyamai dengan penggunaan kalimat huruf, seperti huruf-hurf jar yang bisa mengejarkan kalimat isim tetapi tidak bisa dijarkan oleh kalimat lain, maka dihukumi mabni, seperti isim fi’il yakni kalimat-kalimat isim yang menunjukkan makna kalimat fi’il, seperti lafadz آمِيْنَ yang menunjukkan makna اِسْتَجِبْ.
4). Iftiqariy
Yaitu selalu membutuhkannya kalimat isim terhadap jumlah atau penganti jumlah, sebagaimana kalimat kalimat huruf yang selalu membutuhkan jumlah agar menunjukkan makna. Seperti isim maushul yang selalu membutuhkan jumlah sebagai shilahnya dan seperti lafadz إِذْ, إِذَا dan حَيْثُ yang wajib diidhofahkan dengan jumlah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isim-isim mabni itu hanya ada 6 yakni isim dhomir (syibeh wadl’iy), isim syarat, isim istifham, isim isyarat (syibeh maknawiy), isim fi’il (syibeh isti’maliy) dan isim maushul (syibeh iftiqariy).