Pengertian Maslahah dan Konsepnya dalam Maqashid Syariah

Pengertian dan Konsep Maqashid Syariah
Pengertian Maslahah dan Konsepnya dalam Maqashid Syariah.

Kata maslahah berasal dari kosa kata bahasa Arab (مَصْلَحَةٌ) yang berarti kebaikan. Kata maslahah merupakan kebalikan dari kata rusak (فَسَادٌ). Salah satu penjelasan makna maslahah yang sering digunakan dalam Maqashid Syariah adalah seperti yang dijelaskan oleh Fahr al-Din al-Razi. Ia menyatakan:

المصلحة لا معنى لها الا اللذة او ما يكون وسيلة لها, والمفسدة لا معنى لها الا الألم او ما يكون وسيلة اليه

Bacaan Lainnya

“Maslahah tidak ada makna kecuali keyamanan atau pengantarnya, mafsadah (kerusakan) tiada arti selain ketidaknyamanan atau pengantarnya.”

Makna maslahah AI-Razi ini seolah mengindikasikan pada persoalan fisik saja. Padahal tidak demikian. Istilah Al-Razi tersebut merupakan istilah perumusan sederhana, dimana pada pengertian yang lebih luas, maslahah mencakup pada segala persoalan kenyamanan baik fisik, psikis, jangka pendek atau jangka panjang.

Baca Juga: Terjemah dan Penjelasan Syarah Nadhom Alfiyah Bab Kalam

Dengan melihat penjelasan Izz al-Din bin Abd Al-Salam, dapat dipahami istilah Al-Razi tersebut hanyalah istilah sederhana. Izz al-Din menjelaskan bahwa maslahah terdapat pada empat hal:
1). Kelezatan (kenyamanan fisik)
2). Pengantar kelezatan
3). Kebahagiaan (kenyamanan psikis)
4). Pengantar kebahagian

Sedangkan kerusakan (mafsadah) terdapat pada empat hal pula, yaitu:
1). Rasa sakit (ketidaknyamanan fisik)
2). Penyebab rasa sakit
3). Kesusahan (ketidaknyamanan psikis)
4). Penyebab kesusahan.

Kenyamanan dapat pula merupakan suatu yang sedang dirasakan atau masih berupa potensi di masa mendatang. Jangkauan potensi ini tidak hanya terikat pada kenyamanan saat di dunia, tapi juga kenyamanan saat di akhirat nanti. Dalam istilah Izz al-Din bin Abd al-Salam disebut dengan maslahah duniawi dan maslahah ukhrawi.

Dengan begitu, pengertian maslahah dapat dirangkumkan pada kata kenyamanan, baik fisik atau psikis, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Begitu pula kerusakan adalah ketidak nyamanan, baik dirasakan oleh fisik maupun psikis, saat ini atau nanti, dimana potensi maslahah atau kerusakan itu menjangkau pada kehidupan di dunia dan di akhirat.

Kemudian, dilihat dari ruang lingkupnya, maslahah dapat berupa kenyamanan yang dirasakan oleh banyak orang, sebutlah sebagai kepentingan umum. Maslahah bisa pula merupakan kepentingan personal. Maslahah ini menjadi titik utama dalam maqashid syariah, karena maqashid syariah sejatinya adalah untuk memberikan kemaslahatan kepada manusia.

Izz al-Din ibn Abd Al-Salam menyatakan bahwa segala hukum syariat bermuara pada upaya pemberian kemaslahatan kepada manusia. Dalam istilah Izz al-Din disebut dengan جلب المصالح. Hal yang sama diungkapkan oleh Al-Raisuni:

ان مقاصد الشريعة هي الغايات التي وضعت الشريعة لأجل تحقيقها لمصلحة العباد

“Maqashid syariah sejatinya adalah tujuan tinggi yang syariat dihadirkan untuk mewujudkannya, sebagai bentuk upaya kemaslahatan untuk manusia.”

Dalam aI-Qur’an banyak hukum yang disertai penjelasan di baliknya. Dalam zakat misalnya, Al-Qur’an menjelaskan:

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا

“Ambillah dari harta mereka sedekah (rakat) yang mensucikan mereka dan membersihkan mereka.” (QS. Al-Taubah: 103)

Dalam mengulas puasa, al-Qur’an menjelaskan لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (QS. A-Baqarah: 183), agar kalian bertakwa. Pada pembahasan haji, al-Qur’an menjelaskan لِيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ (Qs. Al-Haj: 28), agar mereka menyaksikan kemanfaatan bagi mereka. Dan berbagai penjelasan ayat-ayat lain. Ayat-ayat tersebut membahas mengenai perilaku ibadah, al-Qur’an mengulasnya dengan memberikan alasan kembalinya kemanfaatan yang kembali kepada manusia itu sendiri. Apalagi hukum yang berkenaan dengan perilaku sosial, maka tentu dapat dilihat bahwa tujuan akhirnya adalah maslahah bagi manusia sendiri.

Al-Syatibi menjelaskan:

ولهذا أكد المحققون من علماء الأمة: إنما الشريعة انما وضعت لإقامة مصالح العباد في المعاش والمعاد, او في العاجل والأجل

“Karena itulah, para ulama yang kokoh keilmuannya menjelaskan bahwa syariat sejatinya diatur untuk mengupayakan kemaslahatan bagi manusia, baik dalam kehidupannya atau akhiratnya, baik hidup dunia maupun di akhiratnya.”

Maslahah merupakan muara akhir tujuan-tujuan dalam syariat. Pada nantinya, mengupayakan kemaslahatan juga berarti menolak segala hal buruk terhadap manusia. Maslahah juga berarti tidak adanya hal negatif yang menimpa manusia. Karena jika kemaslahatan masih menyisakan adanya hal negatif, maka kemaslahatan tersebut kurang tepat disebut sebagai maslahah. Dari hal inilah, dalam kaidah fikih muncul suatu konsep:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

“Menghindari keburukan lebih diutamakan dari hanya mengupayakan kemaslahatan.”

Dari hal itu pula dalam konsep ushul fikih terdapat teori سد الذريعة, yang jika diartikan menghindari potensi (keburukan). Teori ini memberikan proses istinbath hukum atas keburukan-keburukan yang masih berupa potensi, untuk diupayakan langkah-langkah menghindarinya. Meski dalam penerapannya, potensi keburukan terlebih dahulu diukur tingkat kemungkinannya untuk terjadi. Jika benar-benar dapat dipastikan terjadi, hukumnya akan berbeda jika kemungkinannya masih dalam dugaan semata.

Taruhlah suatu contoh orang yang menjual pistol kepada orang lain. Jika ada dugaan kuat bahwa pistol itu digunakan untuk kejahatan, maka jual-beli tersebut tidak boleh dilakukan. Hal itu berbeda jika dugaan akan dipakai kejahatan hanya suatu angan semata. Hukum boleh menjual pistol tersebut mengikat pada seberapa kuat nantinya pistol itu akan digunakan tindakkejahatan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *